Sastra Arab
Dalam bahasa Arab kata yang paling dekat
dengan pengertian sastra adalah kata adab (أدب) yang memiliki arti belles
tatters atau susastra atau juga berarti kebudayaan (civilization) atau dalam kata Arab lain, tamaddun
(A.Teeuw, 2003: 19). Sementar dalam
bahasa Indonesia , adab berarti kesopanan, kehalusandan kebaikan budi pekerti
atau akhlak (Lukman Ali, 1994: 5). Secara historis, kata adab dalam
bahasa Arab memiliki arti yang bermacam-macam sesuai dengan masanya dimana kata
itu dipergunakan. Misalnya pada masa jahiliyah, orang Arab menggunakan kata adbun yang
berarti undangan untuk makan (الدعوة الى الطعام). Tradisi seperti ini merupakan suatu
perbuatan yang terpuji dan bentuk moral yang tinggi. Karena pada dasarnya akan
mendorong seseorang untuk menghormati dan memuliakan tamunya. Kata adab
merupakan derivative (istiqaq) dari kata al-adbu berarti undangan
ke pesta. Sementara menurut Nalino, Al-adbu berarti tradisi. Bentuk
jamak dari kata adbun adalah ad’âb (أدآب), kemudian setelah mengalami proses morfemis (I’lal) berubah
menjadi adab. Karena seringnya dipergunakan kata adab, maka orang
lupa asal mula bentuk mufrad-nya,
yaitu al-adbu, bukan adab
(Thaha Husain, tt: 22).
Pada masa permulaan Islam, kata adab mencakup makna
pendidikan lisan dan pendidikan budi pekerti (akhlak), sebagaimana yang
tersebut dalam hadis Nabi saw:
أدبنى ربي فأحسن تأديبي
Tuhanku telah mendidikku, kemudian menjadi baik pendidikanku
Makna kata adab yang berarti pendidikan lisan dan pendidikan
budi pekerti pada masa permulaan Islam ada relevansinya dengan pengertian adab
pada masa jahiliyah yang berarti undangan untuk menyantap makanan. Karena budi
pekerti akan dapat terealisasi apabila seseoran menghormati tamunya dengan
menghidangkan makanan kepadanya.
Pada masa Bani Umayyah, kata adab berarti pengajaran (تعليم),
maka kata (مؤدب) sama maknanya dengan kata (معلم). Meraka yang mengajar anak-anak khalifah
tentang syair, pidato dan berita-berita (al-akhbar) dan
peristiwa-peristiwa penting yang menimpa orang Arab (ayyam al-Araby)
disebut dengan (مؤدبون) pendidik. Pengertian pendidikan disini mencakup prilaku
kehidupan yang baik, pendidikan budi pekerti, dn pendidikan lisan. Sebagimana
yang dikatakan AbduL Malik bin Marwan kepada para pndidik yang sedang mengajar
anak-anaknya:
أدبهم برواية شعر الأعشى
Ajarilah mereka tentang riwayat syi’ir al-A’sya.
Sementara pada abad ketiga Hijriyah, kata adab hanya
digunakan untuk pengajaran sastra, yaitu syair dan prosa, serta yang
terkait dengannya, diantaranya adalah al-akhbar dan al-ayyam al-arab, yaitu peristiwa-peristiwa
penting yang menimpa orang Arab (Abd al-Aziz:1405 H; 5).
Pada abad keempat Hijriyah, ilmu-ilmu kebahasaan, ansab
(genealogi), akhbar, dan al-ayyam al-ayyam al-Arab melepaskan
diri dari kajian adab, sehingga pada abad ini adab memiliki arti
khusus dan arti umum. Kata adab mengandung arti khusus ialah kata-kata
indah yang dapat dirasakan oleh pembaca dan pendengar, baik berupa syair
atau prosa. Sedangkan adab dalam arti umum adalah hasil karya pikir
manusia yang tergambar dalam kata-kata dan tertuang dalam tulisan. Kasidah
yang menarik, pidato dan cerita yang mengesankan termasuk kategori adab dalam
arti khusus karena mengandung nilai estetika. Sedangkan karya ilmiah berupa
ilmu alam termasuk adab dalam arti umum, baik menimbulkan rasa indah
dalam jiwa maupun tidak (Thaha Husain: 1952; 3).
SYI’IR ARAB
Kata “syi’ir” (شعر) menurut etimologi,
berasal dari kata “sya’ara” atau “sya’ura”.(شعر أو شعر)
الشعر لغة من شعر و شعر – يشعر – شعرا و شعرا
الرجل اى علم و احس به
Artinya : “ Mengetahui dan merasakannya”.
Sedangkan menurut terminologi, disini
dikemukakan beberapa pendapat para ahli bahasa dan kesusastraan Arab sebagai
berikut:
الشعر هو كلام موزون قصدا بوزن عربي
Artinya : Syi’ir adalah suatu kalimat yang sengaja
disusun dengan menggunakan irama dan wazan Arab (Ali Badri, 1984: 4)
الشعر هو كلام يقصد به الوزن و القافية
Arinya : Syi’ir adalah suatu kalimat yang
sengaja diberi irama dan sajak atau qafiyah (Luis Ma’luuf, Loc.cit).
الشعر هو الكلام الموزون المقفى المعبر عن
الأخيلة البديعة و الصور المؤثرة البليغة
Artinya : Syi’ir adalah suatu kalimat yang
berirama dan bersajak, yang mengungkapkan tentang hayalan yang indah dan juga
melukiskan tentang kejadian yang ada (Ahmad Hasan: 28).
أما المحققون من الأدبء فيخصون الشعر بانه
الكلام الفصيح الموزون المقفى معبر غالبا عن صور الخيال البديع
Artinya : Sya’ir adlah suatu kalimat yang
fasih, berirama, bersajak, biasanya melukiskan tentang khayalan/imajinasi yang
indah (Ahmad al-Iskandary, 1916: 42).
الشعر هو اللغة الخيالية الموزونة التى تعبر عن
المعنى الجديد و الذوق و اللفكرة و العطفة و عن سر الروح البشريةا
Artinya : Sya’ir adalah bahasa yang mengandung
khayalan dan berirama yang menaigungkapkan tentang suatu arti dan perasaan
serta ide yang timbul dari dalam jiwa seorang penyair (As-Saayib, 1963: 295).
الشعر هو كلام يقصد به الوزن و قافية و يعبر عن
الأخيلة البديعية
Artinya : Sya’ir adalah suatu kalimat yang
sengaja disusun dengan menggunakan irama dan sajak yang mengungkapkan tentang
khayalan atau imajinasi yang indah (Ali Badri. Loc.cid)
ANASIR AL-SYI’RI
Secara umum unsur-unsur intrinsik (al-anashir
al-dakhiliyah) yang dapat membanggun suatu karya sastra baik genre
puisi maupun genre prosa, yaitu: rasa (athifah), imajinasi (khayal),
gagasan (fikroh) dan bentuk (uslub). Unsur-unsur intrinsik di atas adalah
unsur-unsur yang terdapat dalam karya sastra secara umum, artinya jika kita
membicarakan unsur-unsur intrinsik genre puisi (syi’ir) secara
spesifik, maka terdiri dari: 1) bahasa (kalam), 2) gagasan (ma’na),
3) irama (wazan), 4) sajak (qafiyah), 5) imajinasi (khayal)
dan 6) sengaja (qasd). Begitu juga jika kita membicarakan tentang
unsur-unsur intrinsik genre prosa, maka unsur-unsur yang membanggunnya
adalah: 1) judul (al-mawdlu’), 2) pesan/moral (al-amanah), 3)
plot/alur (al-habkah), 4) penokohan (al-syakhsiyyah), 5)
latar/seting (al-khalfiyah) dan 6) gaya bahasa (al-uslub)
1) bahasa (kalam)
Pengertian kalimat/bahasa di dalam bahasa Arab menurut
ahli nahwu adalah:
الكلام هو اللفظ المركب المفيد فائدة يحسن
السكوت عليها
Kalimat adalah susunan kata yang mengandung
suatu pengertian dan tidak memerlukan penjelasan lagi.
Biasanya kalimat dalam bentuk prosa itu tidak
jauh berbeda dengan susunan kalimat dalam bentuk syai’ir, hanya saja susunan
kalimat dalam bentuk sya’ir itu diatur sedemikian rupa sehingga sesuai dengan
satuan irama dan sajak sya’ir.
Para penyair Arab yang akan digunakan dalam menyusun
kalimat fasih, tidak menyalahi kaidah bahasa Arab, tidak menggunakan kata-kata
asing (gharib) yang sulit untuk difahami artinya dan juga tidak menggunakan
bahasa Arab pasaran (Amiyah), sebab kalau kemasukan kata-kata yang tidak
dikehendaki tersebut, akan menimbulkan buah karya sastra yang cacat (Mas’an
Hamid, 1995: 24).
2) gagasan (ma’na)
Gagasan atau tema merupakan patokan utama
untuk mengetahui karya satra. Sebuah karya sastra yang tidak memiliki gagasan
adalah karya sastra yang lemah. Karya sastra yang sesungguhnya bukan susunan
bahasa dan ungkapan semata, tetapi dia harus memberikan informasi baru tentang
alam dan kehidupan, eksistensi, dan manisia. Pikiran dan gagasan yang
terkandung dalam karya sastra hendaknya jelas dan relevan bukan yang bersifat plagiat
atau tiruan (Ahmad Muzakki, 2011: 65).
3) Irama (wazan)
Irama berarti panjang-pendek atau tinggi rendahnya suara
(bunyi) secara teratur. Dalam puisi Arab
terdapat irama-irama yang spesial yang hanya dimiliki oleh puisi Arab.
Irama-irama tersebut seperti lantunan nada-nada dan lagu-lagu. Sedangkan
definisi wazan yang sesui dengan puisi Arab adalah:
البحر هو حاصل تكرار الجزء بوجه شعري . و إنما سمي ذلك بحرا
لأنه يوزن به ما لا يتناهى من الشعر بما لا يتناهى من الشعر بما يغترف منه.
Wazan adalah taf’ilah arudl yang diulang-ulang
dengan tujuan membentuk syi’ir.
Irama (wazan) dalam puisi Arab disebut juga bahar,
dinamakan demikian karena keberadaannya menyerupai bahar (lautan)
yang apabila diambil segala sesuatunya, maka sesuatu tersebut tidak ada
habis-habisnya. Demikian pula dengan seorang peyair, apabila sedang menciptakan
buah karya syi’ir, maka inspirasi dan imajinasi yang muncul dalam jiwanya akan
selalu menggelora dan terus berkepanjangan seakan-akan tidak ada titik akhirnya
(Mas’an Hamid, 1995: 29).
Menurut Ahli arudl, wazan atau bahar syi’ir Arab
Multazim (Tradisional) dibagi menjadi 16 macam, yaitu:
No
|
Bahar
|
Wazan
|
1
|
Thawiil
|
فعولن مفاعلن فعولن مفاعلن
|
2
|
Madid
|
فاعلاتن فاعلن فاعلاتن
|
3
|
Basiith
|
مستفعلن فاعلن مستفعلن فاعلن
|
4
|
Wafir
|
مفاعلتن مفاعلتن فعولن
|
5
|
Kamil
|
متفاعلن متفاعلن متفاعلن
|
6
|
Hajaz
|
مفاعيلن مفاعيلن
|
7
|
Rajaz
|
مستفعلن مستفعلن مستفعلن
|
8
|
Ramal
|
فاعلات فاعلات فاعلات
|
9
|
Syarii’
|
مستفعلن مستفعلن مفعولات
|
10
|
Munsarih
|
مستفعلن مفعولات مستفعلن
|
11
|
Khafif
|
فاعلات مستفعلن فاعلات
|
12
|
Mudlara
|
مفاعيلن فاعلاتن
|
13
|
Muqtadlab
|
مفعولات مستفعلن
|
14
|
Mujtats
|
مستفعلن فاعلاتن
|
15
|
Mutaqaarab
|
فعولن فعولن فعولن فعولن
|
16
|
Mutadaarak
|
فاعلن فاعلن فاعلن فاعلن
|
4) Sajak (qafiyah)
Qofiyah menurut etimologi adalah :
القافية جمعها قواف : أي وراء العنق
Artinya: Tengkuk atau belakang leher
Sedangkan menurut terminologi qafiyah adalah:
Bagin (taf’ilah) terakhir dari suatu
bait, yang dihitung mulai dari dua huruf mati yang terakhir dan satu huruf
hidup yang ada sebelum kedua huruf mati tersebut (Mamduh Haqqy, Op.cit: 115).
5) imajinasi (khayal)
Imajinasi adalah kemampuan menciptakan citra
dalam angan-angan atau pikiran tentang sesuatu yang tidak diserap oleh panca
indra, atau yang belum pernah dialami oleh kenyataan (Panuti Sujiman, 1990:
36). Imajinasi merupakan unsur yang amat penting, ia dapat membantu manusia
(sastrawan) untuk merekam peristiwa yang telah berlalu dan yang akan datang.
Andaikata tidak ada imajinasi, niscaya kehidupan manusia menjadi miskin (M. Abd
al-Mun’im Khafaji, 1995: 52). Imajitnasi adalah merupakan ungkapan jiwa atau bathin
seseorang yang diungkapkan dalam bentuk susunan kalimat syi’ir. Biasanya
kata-kata yang dipilih penyair itu mempunyai arti tersendiri baginya, yaitu
kata-kata khusus yang memiliki intrepretasi. Bentuk khayal dalam syi’ir
juga sering digambarkan dengan ungkapan yang berbentuk tasbih, istiaroh
dan juga majas.
6) Sengaja (qasd)
Yang dimaksud dengan qasd disini adalah
unsur kesengajaan penyair untuk menggubah syi’ir sesuai imajinasi yang
menggelora dalam jiwanya dan menurut irama yang dikehendakinya. Unsur ini
adalah merupakan unsur pokok di dalam syi’ir Arab, sebab suatu kalimat
yang hanya berwazan dan berqofiyah kalimat yang hanya berwazan dan berqafiyah
saja, tetapi tidak ada kesengajaan penyair untuk mengucapkan wazan tersebut,
maka kalimat tersebut tidak bisa dinamakan syi’ir. Demikian pula apabila
ada suatu kalimat yang berwazan yang diucapakan oleh orang yang tidak mempunyai
perasaan untuk ber-syi’ir dan juga tidak mengetahui bahwa ucapan
yangucapakan oleh orang yang tidak mempunyai perasaan untuk ber-syi’ir
dan juga tidak mengetahui bahwa ucapan yang itu mengandung wazan, maka kalimat
itu tidak dinamakan syi’ir, akan tetapi kalimat tersebut dinamakan prosa
(nasr). Jadi susunan kalimat yangadi susunan kalimat yang kebetulan bisa
dibaca atau dilag kebetulan bisa dibaca atau dilagukan menuruukan menurut wazan
syi’ir yang ada, maka susunan kalimat tersebut belum dapat dikatakan syi’ir,
kareelum dapat dikatakan syi’ir, karena belum memenuhi unsur-unsur yang
diperlukan, diantaranya yang terpenting adalah unsur kesengajaan dan khayalan
(Mas’an Hamid, 1995:42).
Keistimewaan Puisi Arab Modern
Walaupun kemunculan dan keberadaan puisi Arab
modern banyak diperdebatkan dan mendapatkan banyak perlawanan dari para penyair
yang mengusung puisi Arab Klasik yang beranggapan puisi Arab modern hanya akan
merusak tradisi puisi yang berbentuk bait-bait yang mempertahankan
bentuk/struktural puisi dengan pemakaian wazan/bahr dan kofiyah, namun
kemunculan puisi modern ini memang tidak dapat dielakkan lagi. Diantara faktor yang
melatari kemunculan puisi Arab modern
adalah: pertama, kecenderungan romantis dan realis puisi Arab modern
yang mendorong agar puisi yang diciptakan lebih berbobot, karena menyahuti
lirik individual dan sosial dan juga mengandung gagasan-gagasan filosofis dan
simbolik. Dan dengan adanya arud (matra lama Arab) maka hal ini akan
agak terhambat. Kedua, kecenderungan para penyair modern Arab untuk
memegang teguh prinsip licencia poetica (kebebasan berkarya) bagi para
penyair (Abdullah al Gadami, 1991: 47).
Sedangkan keistimewaan puisi modern
diantaranya adalah: pertama, puisi yang menggunakan gabungan banyak bahr (matra
tradisional Arab) dalam dalam satu puisi atau puisi yang sama sekali tidak
terikat oleh qafiyah (rima) dan bahr puisi dengan begitu puisi ini menampakkan
kebebasan bentuk dan ekspresi dan isi dari puisi, sehingga puisi ini juga
disebut puisi bebas. Kedua, menurut Mustafa Abdul Latif as-Saharti, puisi Arab
modern telah mewadahi kepentingan ketajaman filosofis dan keindahan emosi dan
imajinasi penyair secara sempurna. Ketiga, Memberikan warna baru bagi kazana
puisi Arab khususnya bagi puisi Arab klasik yang sudah dirasakan menjemukan dan
membosankan yang keindahan puitiknya telah kehilangan elan vital-nya
bagi cita rasa puitik baru dan perkembangan gagasan-gagasan individual dan
sosial.
SASTRAWAN-SASTRAWAN ARAB MODERN
Kholil Matron (1872-1949)
Dia dilahirkan di Ba’labak dan belajar di
Zahlah saat ibtida’iyah, kemudian untuk meneruskan studi bahasa Arab dan bahasa
Perancis dia pindah ke sebuah biara Katolik di Bairut. Dia menjadi murid dua sastrawan terkemuka saat belajar bahasa Arab
yaitu Kholil dan Ibrahim.
Dia adalah aktifis pergerakan revolusi anti Usmaniyah. Dan untuk
menghindari kemarahan raja, dia pergi ke Perancis pada tahun 1900 dan bergabung
dalam organisasi pemuda Turki. Pada tahun 1902 dia meninggalkan Perancis dan
pindah ke Mesir dan menetap disana.
Matron tampak dalam berbagai bidang, yaitu jurnalistik, ekonomi,
perdagangan dan kesusastraan. Qasidah-qasidahnya dikumpulkan dalam volum dengan
judul Diwan al Kholil (Antologi Kholil) pada tahun 1908, dia juga menerbitkan
karangan-karangan sejarah, filsafat dan menerjemahkan beberapa teks-teks drama
Skespier. Kholil Matron dijuluki dengan Sya’ir al Qatran(Seorang penyair
Qatran). Tanpa dirahukan lagi, dia adalah salah satu sastrawan besar Arab
modern.
Abdur Rahman Syukry (1886-1958)
Lahir di Bur Said dan menerima pelajaran
ibtida’iyah dan tsanawiyah di Iskandariyah kemudian masuk Dar al Muallimin di
Kairo sebelum dikirim ke Inggris untuk belajar bahasadi Inggris. Ketika dia kembali ke Mesir, dia menjadi mentri penndidikan sampai
pensiun.
Dia menerbitkan antologinya dalam tujuh volum, yang pertama terbit
pada tahun 1909 dan yang terakhir terbit pada tahun 1919. Syukry juga menulis
kritik sastra dan menyebarkan diktat diktatnya dengan nama Musta’ar.
Abas Muhammad al- Aqod (1889-1974)
Lahir di Aswan, setelah menyelesaikan
pendidikeran Ibtida’iyah dia berkerja sebagai guru agama untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Tidak lama dia meninggalkan pekerjaan ini dan beralih ke
jurnalistik dan unggul di bidang kritikus. Pada saat
partai wafad mengalami puncak kejayaan, ia menulis editorial politik di surat
kabarnya. Dan dia meletakkan perselisihanya dengan pemimpinnya yaitu Saad
Zaghlul, dan dijatuhkan hukuman 9 bulan atas serangannya terhadap raja
Fuad karena memperjuangkan kebebasan
demokrasi.
Dia
dikenal dengan berbagai karya-karyanya yang
membahas berbagai topik
politik, sosial, sastra, filsafat dan agama. Karangannya pertama kali
diterbitkan pada tahun 1916.
Dia juga
menulis cerita yang berjudul “Sarah” yang diterbitkan pada tahun 1921, dia juga menulis karangan yang bernama Diwan kumpulan kritik yang menyerang para sastrawan dan
para penyair tradisional.
Mustafa Lutfi al-Manfaluti (1876-1924),
Sastrawan
dan ulama dari al-Azhar yang sudah amat dikenal di Indonesia, dapat digolongkan
sebagai pengarang cerita-cerita pendek bergaya semi-klasik semi-modern. Ia,
yang juga banyak menerjemahkan, sedikit banyak terpengaruh karya-karya pengarang
Perancis abad yang lalu. Dalam perkembangan selanjutnya penerjemahan tidak
hanya terbatas pada karya sastra Perancis, tetapi sudah meluas ke kawasan Eropa
lainnya, terutama Inggris, Rusia, dan Jerman dengan prinsip mengutamakan
terjemahan langsung dari bahasa asal.
Muhammad Husein
Haekal (1888-1956)
Selain dikenal sebagai seorang sastrawan, ia juga dikenal
sebagai wartawan terkemuka dan pemikir, sedangkan yang kemudian dapat dikatakan
diwakili oleh Abbas Mahmud Al-Aqqad (1889-1973) dan Ibrahim al-Mazini
(1890-1949).
Muhammad Husain Haekal selain besar pengaruhnya dalam
sastra Arab mutakhir, juga mempunyai tempat yang penting dalam literatur Islam
setelah serangkaian bukunya tentang studi-studi Islam terbit, terutama sekali
bukunya yang berjudul Hayāh Muhammad (1936). Haekal dianggap perintis
karya sastra modern setelah novelnya. Zainab, terbit (1914). Ia juga
banyak menulis kritik sastra dan cerita pendek.
Referensi:
Mas’an Hamid, Dr, Ilmu Arudl dan
Qawafi, Surabaya: Al-Ikhlas, 1995.
Kamil, Sukron, Teori Kritik
SastraArab, Jakarta: Rajawali Pres,2009.
Badwi, Musthafa, Mukhtarot min al
Syi’ri al Hadis, Bairut: Dar al Nahar wa al Nusyusy, 2006
Muzaki, Ahmad, Pengantar Teori
Sastra Arab, Malang: UIN Pres, 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar